Penggunaan gawai di Indonesia meningkat dengan
pesat. Selain membawa dampak positif, pertumbuhan ini juga membawa dampak
negatif. Salah satunya, ketergantungan atau adiksi internet. Adiksi internet
ditandai dengan keasikan yang berlebihan atau kurang terkontrol dalam perilaku
penggunaan komputer dan akses internet. Kondisi ini lalu menyebabkan gangguan
atau penderitaan pada yang mengalaminya. “Menurut SS Black DW, Belsare G dalam
paper-nya mendefinisikan adiksi internet sebagai pengguna komputer yang
kompulsif.” Begitu penjelasan Chief Lembaga Riset Telematika Sharing Vision
Dimitri Mahayana
Lalu, bagaimana dengan pola pengguna internet
di Indonesia? Dimitri menjelaskan, pada tahun 2018 lalu, mahasiswa S-3 Institut
Teknologi Bandung (ITB) melakukan penelitian terhadap 514 responden di
Indonesia. Ia meneliti ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap internet
dengan menggunakan metode Internet Addiction Test (IAT). “Ada 20 pertanyaan
yang harus dijawab dalam metode ini. Misal, seberapa sering Anda lebih memilih
online daripada keluar dengan teman-teman?” Hasilnya, 32,4 persen responden
menggunakan internet secara normal. Lalu 55,3 persen masuk kategori adiksi
internet ringan. Kemudian 11,9 persen mengalami adiksi internet tingkat sedang,
dan 0,4 persen mengalami ketergantungan internet yang parah. “Adiksi internet
ini kalau parah mengarah ke attention defisit disorder (ADD).”
“Setiap mengalami nilai jatuh, putus cinta, lari
ke internet. Karena ia bisa kontrol semuanya." "Sesuatu yang tidak
disuka dia bisa quit sesuka hati. Ia tidak sanggup menghadapi alam nyata,”
tambah dia. Dalam kondisi yang sangat parah, penderita kecanduan internet sulit
membedakan dunia nyata dan khayalan. Ia pernah menghadapi kasus, seseorang yang
meminta diantar melamar ke suatu tempat. Begitu sampai, orang tersebut tidak
ada, dan rupanya hanya teman khayalannya saja. “Seolah orang tersebut masuk ke
alam yang lain,” ucap dia. Di sejumlah negara sudah bermunculkan klinik-klinik
untuk penderita adiksi internet. Di Tanah Air, kecenderungan kasus semacam ini
biasanya ditangani oleh psikilog maupun psikiater.
“Dalam pemberitaan Reuters, di Korea Selatan sebanyak 2 juta orang
mengalami adiksi internet berbagai tingkatan." "Sebanyak 68.000 di
antaranya berusia 10-19 tahun,” ungkap dia. Gejalanya, sambung Dimitri, bisa
dilihat dari kebiasaan dia sehari-hari. Orang dengan adiksi internet biasanya tidak
tahan tidak bersentuhan dengan internet. Bila sedang kuliah, rapat, atau
lainnya, ia kerap melihat gadget. Ia akan resah bila tidak bertemu internet
dalam beberapa jam. Waktu interaksi dengan internet pun terbilang panjang. Di
Amerika Serikat, terdapat orang yang setiap harinya harus bersentuhan dengan
internet sekitar 18 jam sehari. “Setiap orang bisa terkena adiksi internet.
Jadi bijaklah dalam menggunakan internet,” kata Dimitri
0 comments:
Post a Comment